Tulisan original oleh: Nico Gamalliel. Dibuat untuk dipublikasi pada laman web Organis Indonesia dan Wikipedia GPIB Sion Jakarta sebagai sarana sosialisasi organ pipa di Indonesia, khususnya Orgel Sion. Dimuat pada kedua laman dengan persetujuan.

Gereja GPIB Sion Jakarta (juga dikenal dengan Gereja Sion, dulu bernama Portuguese Buitenkerk/Gereja Portugis) telah menjadi saksi setia sejarah kota Jakarta, bahkan kekristenan di Indonesia. Diresmikan pada 23 Oktober 1695, Gereja Sion tetap kokoh berdiri hingga saat ini, setia menjadi rumah keimanan bagi warganya, bahkan menjadi gedung tertua di Jakarta yang sampai sekarang masih dipakai untuk tujuan seperti awal didirikan.
Selain gedung bersejarahnya, Gereja Sion memiliki kekayaan tak ternilai lainnya yang masih terpelihara di saat banyak gereja lain menjual barang serupa secara tidak bertanggung jawab. Organ Sion (biasa juga dipanggil “orgel” dari bahasa Belanda untuk organ pipa “orgelpijp”) menurut plakat kecil yang ada pada bagian depan organ berdiri sejak 1 Agustus MDCCCLX (1860 dalam angka arab) dan dibangun oleh orgelbauer (sebutan untuk pembuat organ pipa) E. F. Rijkmans. Plakat kuningan kecil itu sendiri berbunyi “Anno MDCCCLX Auguste 1; Organa hoec suo; Opere refecta, in solita sede loranda curavit E. F. RIJKMANS; urbana ecclesia organions” yang jika diterjemahkan secara kasar ke dalam bahasa Indonesia berarti, “1 Agustus tahun 1860; inilah organ mereka; telah diperbaiki, dalam perawatan rutin E. F. Rijkmans pembuat organ gereja perkotaan”. Tetap berdiri dan beroperasi hingga saat ini mencapai usia 160 tahun (2020), maka Organ Sion menjadi salah satu organ dan alat musik tertua yang masih beroperasi di Indonesia.
Organ ini merupakan pemberian dari putri dari Pendeta John Maurits Moor. Menurut sejarah yang dihimpun Rudi van Straten dari Sounding Heritage Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, dan Ilmu Pengetahuan Belanda, organ ini merupakan pindahan dari Gereja Kota yang kemudian hancur karena serangan serangga pada konstruksi kayunya. Organ pada gereja tersebut kemudian dipindahkan ke Portuguese Buitenkerk dan diperbesar dengan penambahan menara pedal (dua menara pipa berukuran panjang yang merupakan pipa-pipa pedal di kiri dan kanan bagian depan/fasad). Konsol (bagian untuk memainkan organ pipa, terdiri atas keyboard dan pedalboard/pedal) dahulu berada di depan organ, dan saat ini sisa lubang tombol register (jenis-jenis suara) masih terlihat.


Menurut sejarah yang dihimpun Rudi van Straten dari Sounding Heritage Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, dan Ilmu Pengetahuan Belanda, organ ini merupakan pindahan dari Gereja Kota yang kemudian hancur karena serangan serangga pada konstruksi kayunya. Organ pada gereja tersebut kemudian dipindahkan ke Portuguese Buitenkerk dan diperbesar dengan penambahan menara pedal (dua menara pipa berukuran panjang yang merupakan pipa-pipa pedal di kiri dan kanan bagian depan/fasad). Konsol (bagian untuk memainkan organ pipa, terdiri atas keyboard dan pedalboard/pedal) dahulu berada di depan organ, dan saat ini sisa lubang tombol register (jenis-jenis suara) masih terlihat. Organ Sion kemudian mengalami renovasi besar pada 1930 oleh perusahaan Fa Bekker & Lefèbre yang berbasis di daerah Weltevreden atau Gambir saat ini.

Keindahan luar biasa pada Organ Sion adalah arsitektur yang penuh dengan hiasan indah gaya barok (gaya arsitektur yang penuh hiasan, dimulai sekitar akhir abad ke-16 di Eropa). Arsitektur Organ Sion sedemikian rupa sehingga tampak kompak dengan arsitektur Gereja Sion lainnya yang juga kental dengan gaya barok, seperti misal mimbar cawan dan ornamen-ornamen pada mimbar. Masih beroperasinya Organ Sion membuat organ ini menjadi satu-satunya organ gaya barok di Indonesia yang masih aktif. Selain itu, suara pipa yang sangat merdu dan khas juga menjadi keindahan tersendiri di kalangan organis.
MEKANIK DAN RANGKA
Organ Sion beroperasi dengan sistem pneumatik (tubular-pneumatic action), sistem yang kerap digunakan di dunia pembuatan organ pada akhir abad 19 dan awal abad 20. Sistem ini menggunakan tabung-tabung timah untuk menghubungkan tuts dan pedal dengan katup yang mengendalikan aliran angin ke organ pipa. Sebelum direnovasi oleh Fa Bekker & Lefèbre pada tahun 1930, Organ Sion menggunakan sistem mekanik tracker-action yang menggunakan rangka-rangka sambungan untuk menghubungkan tuts dan pedal dengan katup. Mekanisme ini kemudian memungkinkan pipa berbunyi sesuai not dan suara yang diinginkan.
Roda bilik udara yang digunakan untuk memompa udara agar pipa bisa berbunyi. Pada zaman dahulu, roda ini diputar dengan tangan secara manual. Sumber: Penulis.
Sistem tubular pneumatik Organ Gereja Sion yang berada tepat di belakang keyboard. Udara akan mengalir lewat pipa-pipa ini sesuai tuts yang ditekan organis. Sumber: Penulis.
Pengoperasian Organ Sion saat ini dibantu oleh motor listrik yang penggunaannya disesuaikan untuk memutar roda. Roda yang terputar akan membuat sistem mekanik pada bilik udara bekerja untuk memasukkan udara ke dalam bilik udara dan pipa-pipa. Sebelum adanya motor listrik, roda diputar dengan tangan sehingga membutuhkan pekerja tambahan sebagai pemutar roda. Hingga saat ini, tuas pemutar masih ada walaupun tidak digunakan lagi. Pada zaman dahulu, pemutar roda menjadi suatu jenis pekerjaan tersendiri, walaupun di Indonesia catatan mengenai pekerjaan ini tidak jelas.
RENOVASI DAN RIWAYAT PEMAKAIAN
Kita perlu bersyukur bahwa hingga saat ini bahwa walaupun telah mengalami berbagai naik dan turun dalam pemakaiannya, Gereja Sion terus memiliki organ pipa yang menjadi kekayaan tersendiri.
Organ Sion telah melalui beberapa renovasi sepanjang sejarahnya. Pada 1930, Fa Bekker & Lefèbre merenovasi Organ Sion dan mengganti pipa-pipa dan sistem organ dari mekanik menjadi pneumatik. Sejak 1980, organ kemudian rusak sehingga tidak dapat digunakan. Baru kemudian pada 1992 organ kembali direnovasi dengan bantuan beberapa sponsor yang tertera di plakat dekat bilik udara organ. Organ kemudian tidak dapat dipakai lagi dan baru pada 2001 organ direnovasi kembali. Setelah kembali mengalami penurunan kondisi kembali sejak 2006, pada tahun 2012 Organ Sion mengalami renovasi skala besar di bawah orgelbauer asal Indonesia Benedictus Martino Hidajat.

Pedal Organ Gereja Sion. Sumber: Penulis.


REFERENSI DAN PENGAKUAN
Pihak-pihak yang terlibat pada pengembangan artikel ini:
Rudi van Straten, Senior-specialist “Sounding Heritage” dari Rijksdienst Cultureel Erfgoed/Departemen Warisan Budaya Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, dan Ilmu Pengetahuan Belanda (dokumen akses-terbuka pre-inventori organ gereja di Indonesia pada link ini);
Elizabeth Flora Makaminan, pemusik dan diaken GPIB Sion Jakarta;
Benedictus Martino Hidajat, orgelbauer Indonesia;
Nicholas Kevin dan Mikael Ferino, anggota komunitas Organis Indonesia
Comentarios